Tatacara Tayammum

Bab IV Tayamum

Pengertian Tayamum

Tayamum adalah pengganti wudhu/mandi sebagai alternatif ketika tidak ada air atau karena sakit. Tayamum dilakukan dengan mengusap muka dan kedua tangan dengan debu disertai niat. Dasar dari tayamum adalah firman Allah dalam al-Qur’an:

وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: “dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat membuang air besar (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak menemukan air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (suci). Maka usaplah wajahmu dan tanganmu (dengan pakai debu yang suci). Allah tidak hendak menyulitkan kalian semua, tetapi Dia hendak membersihkan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya pada kalian, supaya kalian bersyukur.” (QS. al-Mâidah [05]: 6 )

Sepintas penggunaan debu sebagai sarana bersuci tidaklah sesuai. Sepintas debu hanyalah menambah kotoran di tubuh, bukan membersihkan. Lalu apa makna filosofis penggunaan debu ? Jika dilihat dari segi asal usul penciptaan manusia, maka sangat logis debu digunakan sebagai sarana alternatif dalam bersuci ketika tidak menemukan air. Allah menciptakan manusia dari dua unsur, yaitu air dan debu. Selain sebagai unsur penciptaan, air dan debu (baca: tanah) juga merupakan unsur utama tumbuhnya makanan yang dikonsumsi manusia sehari-hari.

Jadi, meskipun secara lahiriah tampak mengotori namun secara batiniah (esoterik) malah menyucikan. Selebihnya, debu merupakan pengingat bahwa pada akhirnya manusia kembali ke debu (kuburan). Lantas mengapa yang diusap hanya wajah dan tangan? Kenapa kepala dan kaki tidak diusap, padahal merupakan anggota wudhu ? Rahasianya adalah karena meletakkan debu di kepala merupakan perbuatan yang sangat tidak disukai oleh seorang manusia. Sedangkan kaki tidak wajib diusap dengan debu, karena kaki biasanya memang ditempatkan di tanah. Tayamum sendiri merupakan ibadah, sedangkan ibadah perlu dibedakan dengan kebiasaan sehari-hari.

Syarat-syarat Tayamum

Ada beberapa syarat agar seseorang bisa melakukan tayamum, yaitu:

1. Ada halangan untuk menggunakan air. Hal ini bisa jadi karena: 1) tidak menemukan air; 2) ada air tetapi dapat menimbulkan dampak negatif pada tubuh jika digunakan, seperti karena sakit; 3) ada air tapi dibutuhkan untuk yang lebih penting semisal untuk minum.
2. Menggunakan debu suci yang belum pernah digunakan untuk bersuci dan tidak ada campuran benda lain semisal air atau minyak wangi.
3. Dikerjakan setelah masuknya waktu shalat. Hal itu karena tayamum merupakan bersuci untuk keadaan darurat. Jika belum masuk waktu, maka tidak bisa disebut darurat.
4. Sudah melakukan pencarian air–setelah masuk waktu shalat–ke semua arah, kecuali kalau sudah yakin tidak ada air atau melakukan tayamum karena sakit.
5. Beragama Islam. Tayamum tidak sah dilakukan oleh orang non muslim.
6. Tidak haid atau nifas.
7. Menghilangkan najis yang ada pada tubuhnya terlebih dahulu jika ada najis.

Rukun Tayamum

Fardhu atau rukun tayamum ada lima:

1. Niat

Niat tayamum dilakukan ketika memindah debu. Yaitu setelah menepukkan kedua telapak tangan ke debu dan berlanjut sampai mengusap wajah. Adapun bacaan niat tayamum adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ المَفْرُوضَةِ للهِ تعَاَلَى

Artinya: “Saya niat tayamum agar dapat diperbolehkan melaksanakan shalat fardhu karena Allah Ta’ala”.

Tayamum tidak boleh diniati “untuk menghilangkan hadas” karena tayamum hanyalah sesuci pengganti dan tidak dapat menghilangkan hadas.

Agar orang yang melakukan tayamum dapat melakukan shalat fardhu, shalat sunnat dan ibadah-ibadah lain yang membutuhkan suci (thahârah), hendaknya dalam niatnya menyatakan: “diperbolehkan melaksanakan shalat fardhu” seperti contoh pembacaan niat yang terdapat dalam tayangan Video CD buku ini.

2. Memindah debu

Maksud dari memindah di sini adalah adanya usaha dari orang yang bertayamum dalam memindah debu. Jika tidak ada usaha, semisal berdiri di tempat yang berlawanan dengan arah angin, kemudian langsung mengusap wajahnya yang terkena debu yang dihempaskan angin, maka hal itu tidak cukup. Sebab, dalam praktek tersebut tidak ada unsur memindah debu.[1]

3. Mengusap wajah

Caranya: mengusap dari bagian atas wajah dan meratakannya ke seluruh permukaan wajah, dengan satu kali tepukan. Sedangkan batas wajah yang harus diusap sama dengan batas wajah yang harus dibasuh dalam wudhu.

4. Mengusap kedua tangan

Batas tangan yang diusap adalah dari ujung jari sampai dengan siku, sama seperti dalam wudhu. Caranya: usaplah tangan kanan dari ujung jari-jari sampai dengan siku dengan menggunakan tangan kiri. Lalu usaplah tangan kiri dengan menggunakan tangan kanan juga dari ujung jari-jari sampai dengan siku.

Untuk mengusah wajah dan kedua tangan harus menggunakan tepukan yang berbeda: satu tepukan untuk wajah dan satu tepukan lagi untuk kedua tangan.

5. Tartîb atau dilakukan secara berurutan

Dalam tayamum, harus mengusap wajah terlebih dahulu lalu mengusap kedua tangan.

Sunnat-sunnat Tayamum

1. Membaca Basmalah
2. Bersiwak
3. Membaca dua Kalimat Syahadat
4. Menghadap Kiblat
5. Melepas cincin di tepukan pertama yang digunakan untuk mengusap wajah. Pada saat tepukan untuk mengusap kedua tangan, maka cincin wajib dilepas
6. Merenggangkan jari-jari tangan di saat melakukan tepukan pada debu
7. Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri
8. Mendahulukan bagian atas dalam mengusap wajah
9. Menipiskan debu terlebih dahulu sebelum diusapkan, dengan cara ditiup atau dikibaskan. Hal itu jika debu yang melengket pada telapak tangan tebal
10. Mengusap melebihi batas yang wajib diusap baik dalam wajah atau tangan.
11. Berkesinambungan (muwâlat). Yaitu segera melakukan rukun yang kedua setelah selesainya rukun yang pertama dan seterusnya.
12. Membaca doa setelah tayamum:

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِن عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.

Artinya: Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang ahli taubat, jadikanlah aku termasuk orang yang ahli bersuci dan jadikanlah aku termasuk golongan hamba-hamba-Mu yang shalih. Maha Suci Engkau Ya Allah dan dengan memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.

Yang Dimakruhkan dalam Tayamum

Ada dua hal yang dimakruhkan dalam tayamum, yaitu: 1) memperbanyak debu ketika mengusap sehingga dapat mengotori wajah dan kedua tangan; 2) mengulang usapan pada setiap anggota tayamum.

Yang Dapat Membatalkan Tayamum

Tayamum menjadi batal karena:
1. Terjadinya hal-hal yang dapat membatalkan pada wudhu.
2. Sebelum memulai shalat, meyakini, menduga atau mengira adanya air, kecuali bila bertayamum karena sakit. Atau, sudah memulai shalat namun shalat yang dilakukan adalah shalat yang tidak gugur sebab tayamum (dalam artian wajib mengulangi lagi)
3. Murtad (keluar dari agama Islam)
4. Hilangnya sakit bila ia bertayamum karena sakit, kecuali bila sudah memulai melakukan shalat maka tayamumnya tidak batal.
5. Bermukim atau berniat mukim (bagi orang yang bertayamum karena dirinya musafir).

Shalat dengan Tayamum, Wajib Diulangi atau Tidak?

Shalat dengan menggunakan tayamum, adakalanya tidak harus diulangi; adapula yang harus diulangi.

a. Tidak usah mengulangi shalat apabila:

1.Bertayamum di tempat yang sudah biasa tidak ada air.
2.Butuh pada air untuk diminum.
3.Butuh menjual air untuk biaya hidup.
4.Tidak mampu membeli air.
5.Mampu membeli air, akan tetapi uangnya dibutuhkan untuk biaya hidup atau melunasi hutangnya.
6.Harga air diatas harga standart.
7.Sulit untuk mengambil air karena terhalang musuh atau terhalang binatang buas.
8.Tidak menemukan alat untuk mengambil air.
9.Khawatir membahayakan pada dirinya atau orang lain.
10.Khawatir memperlambat kesembuhan.
11.Menambah parah sakit yang dideritanya.
12.Berdampak negatif pada anggota tubuh bagian luar (zhâhir).

b. Harus mengulangi shalat apabila:

1.Melakukan tayamum di tempat yang biasanya ada air, hanya saja pada saat itu kebetulan habis.
2.Lupa kalau punya air
3.Kehilangan air di kendaraan saat perjalanan
4.Meletakkan satir (perban dan sesamanya) di anggota wudhu pada saat ia tidak punya wudhu.
5.Terdapat satir (penghalang) di anggota tayamum.
6.Bertayamum sebelum masuk waktu. Sebab, bersuci dengan tayamum boleh dilakukan jika dharûrat. Jika waktu shalat belum masuk, maka tidak bisa disebut dharûrat.
7.Tayamum karena sangat dingin.
8.Tayamum dalam perjalanan yang maksiat.
9.Bagian tubuhnya ada yang najis, kecuali jika najisnya ma’fû.

Dalam sembilan item di atas, seseorang diharuskan shalat dengan menggunakan tayamum, tapi wajib mengulangi shalatnya jika keadaannya sudah normal.

Wudhu yang Disempurnakan dengan Tayamum Bagi Pemakai Perban (Shâhib al-Jabâ’ir)

Orang yang di anggota wudhu-nya terdapat perban atau sejenisnya (seperti param, pembalut luka dan lain sebagainya), ia boleh berwudhu tanpa melepas perban tersebut. Sedangkan kewajiban membasuh/mengusap pada bagian yang diperban itu diganti dengan tayamum. Cara bersuci semacam ini disebut wudhu yang disempurnakan dengan tayamum.

Shalat yang dikerjakan dengan wudhu yang sedemikian tidak wajib diulangi kembali, dengan catatan harus memenuhi beberapa syarat berikut:

1. Perban dipasang dalam keadaan suci (dari hadas kecil maupun hadas besar).
2. Letak perban tidak melebihi batas anggota yang luka, kecuali sekedar bagian yang diperlukan untuk merekatkan perban.
3. Sulit untuk melepaskan perban karena khawatir akan menambah parah atau menimbulkan sakit yang baru.
4. Yang diperban bukan anggota tayamum (wajah dan kedua tangan).

Jika salah satu ketentuan di atas tidak terpenuhi, maka shalatnya wajib diulangi. Kewajiban mengulang itu harus dipenuhi setelah sembuh dari sakit dan bisa melakukan wudhu dengan sempurna.

Pengaruh Letak Perban bagi Ketentuan Wudhu

Letak perban menjadi penentu utama ketentuan bersuci (wudhu):

1. Jika perban terletak di selain anggota wudhu, maka perban tidak memiliki pengaruh apa-apa, yakni wudhu dilakukan sebagaimana biasa, tanpa harus disempurnakan dengan tayamum.

2. Jika perban terletak hanya di satu anggota wudhu, maka harus disempurnakan dengan tayamum. Tayamum dilaksanakan pada saat giliran anggota yang diperban. Jadi, misalnya perban ada pada tangan, maka tayamum dilakukan setelah membasuh wajah (baik sebelum membasuh tangan ataupun sesudahnya. Namun yang lebih utama mendahulukan tayamum sebelum membasuh tangan). Pada saat membasuh tangan, maka: a) usaplah perbannya dengan air jika perbannya dipasang di bagian anggota yang sehat (tidak sakit); b) membasuh bagian tangan yang tidak diperban hingga bagian yang ada di bawah pinggiran perban; c) kemudian melanjutkan wudhunya.

3. Jika perbannya lebih dari satu dan berada di anggota wudhu yang berbeda, seperti wajah, tangan dan kaki, maka tayamum harus dilakukan beberapa kali sesuai dengan urutan sejumlah anggota yang diperban tersebut, dengan cara dan urutan seperti di nomor 2.

Keterangan: Pada intinya yang harus dilakukan pada anggota yang diperban itu ada tiga, yaitu: 1) tayamum sebagai ganti dari bagian yang tidak terkena air jika perbannya dipasang pada bagian anggota yang sehat; 2) mengusap perban dengan air; 3) membasuh bagian yang tidak sakit/tidak diperban (termasuk pinggir-pinggir perban).

Jika terdapat luka yang tidak boleh terkena air pada salah satu anggota wudhu dan tidak diperban, maka wudhunya juga harus dilengkapi dengan tayamum. Dalam hal ini juga wajib mengusapkan debu (selagi memungkinkan) pada lukanya, jika memang terdapat di anggota tayamum.

Mandi yang Disempurnakan dengan Tayamum bagi Pemakai Perban

Sebagaimana wudhu, mandi dari hadas besar bagi pemakai perban juga harus disempurnakan dengan tayamum. Bedanya dengan wudhu adalah dalam mandi tidak ada ketentuan harus urut. Bisa langsung membasuh seluruh tubuh, lalu mengusap perban dengan air, lalu melakukan tayamum; atau sebaliknya (tayamum terlebih dahulu kemudian mandi dan mengusap perban).

============
Dari buku : Shalat itu Indah dan Mudah (Buku Tuntunan Shalat)
Diterbitkan oleh Pustaka SIDOGIRI
Pondok Pesantren Sidogiri. Sidogiri Kraton Pasuruan Jawa Timur
PO. Box 22 Pasuruan 67101. Telp. 0343 420444 Fax. 0343 428751
============

FOOTNOTE
[1] Lihat Tuhfat ath-Thullâb (pinggiran [hâmisy] Hâsyiyat asy-Syarqâwi) juz.1 hlm.99.

Komentar

Postingan Populer