Alqur'an Terjemah

Sayyid Al-Alawi Ibnu Sayyid Al-Abbas dalam kitabnya Faidhul al-Khabir (halaman 23 dan 26) menjelaskan bahwasanya terjemah secara bahasa adalah berarti memindah.

Sedang terjemah secara istilah ada dua pengertian yaitu: Terjemah Ma’nawiyah Tafsiriyah, yakni mengurai dan menjelaskan sebuah ucapan dengan menggunakan bahasa yang lain tanpa terikat dengan susunan huruf dan tetap menjaga naskah yang asli dengan runtutannya, dan Terjemah Harfiyah, yakni mengganti kata yang asli dengan kata lain yang memiliki arti sama dengan bahasa yang berbeda. Maka terjemah semacam ini tidak merubah arti yang asli. Karena perubahan hanya pada rangkaiannya dengan merubah dari satu bahasa ke bahasa yang lain.

Sayyid Al Alawi Ibnu Sayyid Al Abbas juga menyatakan bahwa hukum Al-Quran yang diterjemahkan dengan terjemah Ma’nawiyah Tafsiriyah adalah sebagaimana tafsir. Maka hukum menyentuh dan memegangnya dalam keadaan tidak memiliki wudhu adalah boleh.

Adapun menurut Syekh Nawawi Al-Bantany Al-Jawi, salah satu Ulama Nusantara yang kealimannya di akui oleh dunia, dalam kitabnya Nihayah Al-Zain mengatakan bahwa terjemah Al-Quran yang ditulis dibawah garis adalah tidak dihukumi seperti tafsir dan hukum yang belaku adalah hukum mushaf.

Maka haram menyentuh dan membawanya dalam kondisi tidak memiliki wudhu. Hal ini sebagaimana telah difatwakan oleh Sayyid Achmad Dahlan.

Bahkan sebagian Ulama menyatakan bahwasanya penulisan terjemah Al-Quran adalah haram secara mutlak, baik ditulis dibawah garis atau tidak. Maka dari itu, seyogyanya setelah penulisan Al-Quran, dituliskan juga tafsirnya lalu dituliskan terjemah dari tafsir tersebut.

Jika itu yang terjadi, maka hukum yang berlaku adalah hukum tafsir. Sedangkan hukum menyentuh dan membawa tafsir bagi orang yang tidak memiliki wudhu adalah makruh, jika jumlah huruf tafsir lebih banyak daripada huruf Al-Quran.

Namun, jika huruf tafsir tidak lebih banyak (lebih sedikit atau sama) dari Al-Quran, maka hukumnya adalah haram, sebagaimana dipaparkan oleh Imam Abdurrahman Ibnu Muhammad Ibnu Husain Ibnu ‘Amr Ba’alawi didalam kitabnya Bughyah Al-Mustarsyidin.

Jadi kesimpulannya, hukumnya boleh memegang atau menyentuh terjemahan Al-Quran tanpa wudhu, apabila terjemah Al-Qur’an tersebut merupakan terjemah Ma’nawiyah Tafsiriyah, dengan syarat huruf terjemahnya lebih banyak daripada huruf Al-Qur’an. Namun, ada sebagian Ulama yang menyatakan makruh.

Namun apabila huruf terjemah tidak lebih banyak (lebih sedikit atau sama) dari Al-Quran, maka hukumnya adalah haram memegangnya tanpa mempunyai wudhu.

Dan apabila terjemah Al-Qur’an tersebut merupakan terjemah Harfiyah, maka hukum menyentuh dan memegangnya dalam keadaan tidak memiliki wudhu juga haram.

Wallahu a’lam.

فيض الخبير : .٢٣
إعلم أن الترجمة لغة النقل وعرفا قسمان : ترجمة معنوية تفسيرية وهي عبارة عن بيان معنى الكلام وشرحه بلغة أخرى من غير تقييد بحرفية النظم ومراعاة أسلوب الأصل وترتيبه .

فيض القدير ص : ٢٦٠
أما الترجمة التفسيرية المعنوية لأحكامه فجائزة اتفاقا بشرط التثبت فو النقل والتحري لاقوال الصحابة والتابعين و علماء السنة فيكون تفسيرا موجزا صحيحا كافيا على قدر المستطاع و يعتبر بيانا لا قرأنا و تبليغا لأحكامه لا معجزا و تبيانا.

إعانة الطالبين ١/٦٦-٦٧
.ولا مع تفسير أى ولا يحرم حمل المصحف مع تفسيره ولا مسه زاد ولو احتمالا، قوله زاد أى على المصحف يقينا أما إذا كان التفسير أقل أو مساويا أو مشكوكا في قلته و كثرته فلا يحل.

نهاية الزين
أما ترجمة المصحف المكتوبة تحت سطوره فلا تعطي حكم التفسير بل تبقى للمصحف حرمة مسه وحمله كما أفتى به السيد أحمد دحلان

Wallaahu A'lam .

Komentar

Postingan Populer